Monday, May 24, 2010

Merumitkan Kerumitan

Mencoba memahami seseorang yang bahkan tak memahami dirinya sendiri.

Ah.. membacanya saja sudah terlalu rumit untuk dipahami bukan?

Ya, bahkan sampai baris inipun mungkin otakmu sudah ingin segera mengajak matamu untuk melihat tulisan lain saja.

Rasanya semua hal terjadi bercampur aduk tanpa alur yang jelas.

Sepertinya seluruh dunia seolah ingin menambah rumitnya keadaan ini.

Seakan setiap orang berkonspirasi untuk mengintimidasi perasaan ini.

Atau mungkin juga tidak.

Mungkin semuanya hanya karena pemikiran yang sedang tak seimbang saja.

Mungkin memang hanya kambuh hobby untuk membuat rumit situasi.

Karena benang yang kusut rasanya lebih menantang daripada gulungan benang biasa yang dijual di pinggir jalan.

Eh sebentar.

Tunggu dulu, memangnya benang itu dijual di pinggir jalan? Bukannya dijual di tukang jahit?

Tapi bukannya tukang jahit justru membeli gulungan benang itu dari toko lain? Di toko mana lagi yang menjual benang sih?

Ah.. Rumit. Entah apa maksud dan tujuannya. Mungkin akan lebih mudah jika bahasan benang tadi berhenti di benang kusut tadi. (Nah, sebentar. Yang menantang dari benang kusut tadi apa sebenarnya ya? Oh, mungkin karena menggambarkan kusutnya jalan pikiran? Atau… Aduh! Sudahlah, lupakan atau akan jadi lebih rumit lagi!)

Sampai mana tadi ya?

Sudah lupa. Huh. Bikin susah saja. (Mengakulah, pasti begitu pikirmu kan?)

Jika kau saja tak tahan membaca ini, sudahlah. Tak usah repot-repot mencoba memahamiku. Aku sendiri saja tidak paham kok.

DAMN!

It sucks when you suddenly become silent after someone said things that ruined your whole life plan just by answering "NO" to...